Gundah Gulana

rofenaa
4 min readMar 4, 2022

Mentari bersinar terik. Kewajiban bagi lelaki muslim pada setiap hari Jumat itu telah selesai dilaksanakan bermenit-menit yang lalu. Sekembalinya dari tempat ibadah tersebut, langkah lebar yang mengayun menuju asrama itu berjalan beriringan. Rombongan kaum adam tampak saling berbagi cerita. Menyomot satu dua topik random yang bisa mereka perbincangkan. Seperti bola, MotoGP, game, dan lain sebagainya. Beberapa orang juga masih ada yang betah membahas topik hangat mengenai kelulusan eligible di sekolahnya.

Jika mereka yang tampak asik bercerita, maka berbeda pula dengan Arsaka. Pemuda satu ini sibuk berjalan sendirian seraya berpikir keras. Pikirannya masih saja terpaku pada hasil kelulusan eligible SNMPTN angkatannya. Kalau diibaratkan, semua hal yang berada dalam otak Arsaka bak benang yang begitu teramat kusut. Hatinya kacau, dirinya risau.

“Gue gak butuh belas kasih dari lo!” Beberapa saat lalu, kalimat penuh amarah dan penekanan dari Alvaro membuat raga Arsaka tak bergerak. Lelaki itu begitu teramat emosi. Urat lehernya tampak begitu jelas. Satu per satu kepingan harapannya telah lebur. Dia kecewa atas apa yang terjadi hari ini.

Bak berton-ton beban pada tungkainya, mau tak mau Arsaka pun memberikan waktu untuk Alvaro yang ingin menenangkan diri. Namun sampai saat ini, batang hidungnya masih belum terlihat. Dan sepulang sholat Jumat ini, Arsaka pun berinisiatif memeriksa kamar lelaki tersebut. Namun nyatanya, dia tidak ada.

Di lain sisi, Lino juga tengah dilanda resah. Jikalau Alvaro bersedih hati sebab tak lulus eligible, maka ada Lino yang gundah gulana memikirkan permintaan orang tuanya. Ah, bukan permintaan. Melainkan paksaan dari mereka. Sungguh, kalau saja kuota eligible ini bisa dioper, maka akan ia berikan pada sosok Irvan Alexandrio. Lelaki itu, meski terlihat biasa saja saat dinyatakan tidak lulus eligible, nyatanya ada tujuan besar di balik keinginannya. Kalau saja bisa, maka sudah dapat dipastikan bahwa Lino akan menyerahkan dengan lapang dada.

“Irvan mana?” Sesampainya di gazebo asrama, Lino bertanya pada Nuraga yang sibuk bermain dengan tiga kucingnya. Peliharaannya itu sudah lama ia tinggalkan. Untung saja, saat mereka diasingkan beberapa hari, Arunika dengan inisiatif meminta izin pada pengurus asrama untuk mengambil kucing Nuraga beserta kandangnya. Gadis itu lah yang merawat kucing-kucing gendut tersebut.

“Tadi izin sama pembina asrama sih. Katanya mau keluar sebentar,” jawab Nuraga sembari mengelus salah satu kucing peliharaannya bernama Cimol.

“Kemana?”

“Kaga tau juga,” sahutnya mengangkat bahu.

Lino menghela napas. Udara pada siang kali ini terasa kering. Namun semilir angin tetap berembus menyapa surainya yang masih terasa lembab karena air wudhu.

“Kalau Alvaro, lo liat nggak?” tanyanya kemudian. Nuraga masih tetap menggeleng. Nuel yang melihatnya pun ikut mencebik kesal. Jadi, apa yang Nuraga tahu? Kucingnya sudah tidak perawan lagi?

“Di kamarnya kali.” Senan pun menimbrung percakapan. “Kayak nggak kenal Varo gimana aja lo. Dia lagi suntuk banget pasti,” sambung lelaki tersebut, yang kemudian mendudukkan diri di samping Nuel. Cukup lelah bermain ponsel sambil berdiri.

Helaan napas berat pun beriringan dengan anggukan prihatin. Mereka masih tak menyangka bahwa Alvaro Marfellio, Siswa Terbaik di SMA Garuda Pancasila, yang hanya sekali dikalahkan oleh Arsaka Laksana, nyatanya tidak lulus eligible.

Bahkan mereka belum ada yang berani membuka suara tentang hal ini. Siapa yang akan disalahkan pun mereka tidak tahu. Apakah ini memang sudah kebijakan, atau hanya rekayasa semata seperti apa yang Alvaro katakan pada Pak Jeriko beberapa jam yang lalu? Ah, entahlah. Mereka juga bingung.

“Nuraga!” Panggilan tersebut terdengar menyentak. Napas yang tidak teratur pun terdengar menyapa rungu pada setiap insan yang ada.

“Lo ngapain lari-lari sih, Sa?” Nuel bertanya pada Arsa yang baru saja sampai di gazebo ini. Dari arahnya berlari tadi, dapat disimpulkan bahwa lelaki itu berlari dari dalam gedung asrama.

“Alvaro dimana?” tanya Arsaka mengabaikan ucapan Nuel. Yang ingin dia ketahui saat ini hanyalah keberadaan Alvaro.

Dada Arsaka tampak naik turun, pun, jakunnya yang terlihat bergerak saat tenggorokan terasa sesak. Kerongkongannya pun tak kalah mendadak serak. Berlari dari lantai dua membuat detak jantungnya berdegup kencang. Ada sesuatu yang ia curigai saat ini.

“Ini ponselnya Alvaro ‘kan?” Lelaki itu bertanya sembari mengangkat tinggi benda pipih tersebut.

Semua menatap heran dan penuh tanda tanya. Namun beberapa saat kemudian langsung mengangguk dan mengiyakan. Benda tersebut memang milik Alvaro. Dari case-nya saja, mereka sudah hapal.

Tapi masalahnya, lelaki itu tipe yang tidak suka kalau privasinya ada di tangan orang lain. Maka sebab itu, mereka heran. Mengapa benda yang menyimpan begitu banyak rahasia tersebut berada di tangan Arsaka?

“Aku nemu ini di depan pintu kamar Alvaro!” ucapnya di tengah kecamuk pertanyaan.

“Jatoh kali,” sahut Nuel yang kembali terlihat biasa saja.

Senan terkekeh. “Jatoh?” tanyanya mengulang jawaban Nuel. “Alvaro bukan orang yang ceroboh, El.”

Kilatan kecemesan semakin jelas terpancar pada netra Arsaka. Begitupula dengan Senan. Lelaki itu mengkhawatirkan kondisi sahabat baiknya.

“Dan bodohnya, kita nggak ada yang tau dimana Alvaro sekarang.” Senan berdiri, lalu berjalan menjauhi kerumunan. Dia harus segera mencari Alvaro. Tak lupa, ponsel tersebut ia ambil dari tangan Arsaka.

“Sen, mau kemana lo?!!” Nuraga bertanya bingung pada punggung Senan.

“Mau ngecek apart Alvaro!” jawabnya demikian.

Langkah lebar milik Arsaka pun mengikuti ayunan kaki Senan. Lelaki itu berjalan dengan kesan yang terburu-buru. Pikirannya kemana-mana. Semoga, Alvaro tidak kenapa-kenapa.

Aliansi Garuda Melegenda
Karya Rofenaa
© ebbyyliebe

--

--

rofenaa
rofenaa

Written by rofenaa

bagian dari hobi dan mimpi.

No responses yet