Lelaki Enam Juni

rofenaa
10 min readSep 21, 2022

--

Langit kelam yang menyelimuti alam raya tampak cukup terang, sebab rembulan tengah berkuasa pada singgasananya. Hamparan bintang nan membentang pun tampak indah menggantung pada luasnya angkasa. Sungguh waktu yang tepat untuk memanjakan netra.

Najmi lantas mengalihkan pandangan. Fokus sang puan nyatanya tak lagi pada hamparan yang menggantung, melainkan pada sosok tegap yang berjalan ke arahnya sembari melempar senyum paling hangat.

Sebagai istri yang berbakti, Najmi raih tangan sang suami untuk ia salami. Sang lelaki juga tak mau kalah dalam menanggapi. Ia akan selalu membubuhi kecupan mesra pada wajah berseri Najmi. Entah itu di dahi, ataupun di pipi kanan kiri.

“Enggak usah, biar saya aja yang bawa.” Adibya selalu begitu. Usai dilonggarkannya dasi oleh Najmi, ia tak akan diizinkan lagi untuk mengambil alih tas kerja milik suaminya.

Sebab, semenjak Adibya tahu Najmi tengah berbadan dua — mengandung anaknya — lelaki itu sama sekali tak membiarkan sang istri melakukan hal-hal yang berat. Termasuk membawa berkas-berkas di dalam tasnya ini. Padahal beratnya pun tak sampai dua kilogram, tapi lisan Adibya tak akan ada habisnya memperingati Najmi untuk berhenti.

Maka, pada akhirnya Najmi hanya bisa menuruti. Ia pun berjalan masuk ke dalam istana mereka dengan langkah yang beriringan. Kini, pintu rumah pun telah dikuncinya. Lantas kemudian, Adibya pun merengkuh bahu Najmi selama perjalanan mereka menuju kamar.

Jujur, Najmi cukup gugup karena ruangan yang akan mereka huni setelah ini tengah dalam keadaan remang nan dihasi oleh balon, lilin, bunga, dan kue ulang tahun.

Maka, tatkala gagang telah diraih dan pintu perlahan terbuka, netra keduanya langsung dimanjakan oleh pemandangan yang sudah Najmi atur sedemikian rupa sejak sore tadi. Bahkan aroma manis dan klasik dari lilin aromaterapi varian Floral Fayette yang menyeruak telah berhasil menguasai indra penciuman.

”Najmi?” Sang lelaki yang tertegun itu menoleh bingung pada sang istri. Namun netra Adibya masih tak ada habisnya mematut seisi ruang dan kembali menatap Najmi. Ia butuh penjelasan atas suasana ini.

Lantas, sembari kian merangsek maju dan mendekat pada arah ranjang, yang dipanggil hanya tersenyum lebar dengan wajah yang kian bersemu. Dia masih malu-malu.

“Sekarang enam Juni, Mas Adib.” Dibantunya sang suami melepas satu persatu kancing baju hingga kemeja tersebut tak lagi membalut tubuh atas Adibya. “Mandi dulu, sana. Setelah itu kita rayakan ulang tahun si pelupa ini.” Cubitan gemas pada hidung Adibya yang Najmi berikan lantas menambah riuh nan kian gemuruh.

Maka tanpa tedeng aling-aling, sang lelaki pun tertawa kecil. “Saya ulang tahun, ya? Lupa!” ucapnya sembari mendekap Najmi dengan begitu erat. “Makasih, udah mau nyiapin ini semua buat saya,” gumam Adibya kemudian di telinga Najmi. Sang puan hanya mengangguk sembari bernapas lega. Setidaknya, kejutan yang sudah ia siapkan tak jadi gagal total.

“Maaf, ya, saya lupa sama ulang tahun saya sendiri.” Rengkuhan mereka merenggang. Adibya pun menyisir anak rambut Najmi yang cukup berserakan untuk disampirkan ke belakang daun telinga.

Najmi membalas dengan cebikan, pura-pura sebal. “Tapi it’s okay, sih. Kan, ada aku yang bakalan selalu inget,” sahutnya dengan raut yang berubah membanggakan diri. Adibya tentu tersenyum lebar dengan mata menyipit. Sekali lagi, ia rengkuh tubuh Najmi dengan begitu erat.

“Mas Adib, ih! Mandi dulu sana. Kamu bau keringet!” Sang puan tentu melayangkan protes kala tubuh bertelanjang dada milik Adibya lagi-lagi merengkuhnya.

“Masa, sih? Orang saya masih wangi begini.” Sang lelaki yang merasa tak sesuai dengan apa yang Najmi tuturkan pun mengendus bau tubuhnya sendiri demi memastikan. Namun yang ia dapati tentu aroma khas dari tubuhnya yang tak pernah berubah. Terlebih, aroma kasturi yang ia gunakan sejak pagi tadi masih setia menempel hingga saat ini. Indra penciumanannya tentu tidak salah.

“Ya tetep aja sana buruan mandi. Habis itu aku mau kasih sesuatu.” Ucapan Najmi barusan tentu mengundang keingintahuan. Tatapan penuh selidik lantas Adibya layangkan.

“Mau kasih apa?” tanyanya kemudian.

“Ada, deh. Makanya mandi dulu.” Najmi memindahkan diri ke depan lemari. Perempuan itu sudah sibuk memilih piama tidur untuk suaminya gunakan nanti.

Lelaki yang sifat jahilnya tiba-tiba muncul pun memilih urung untuk sekedar mematuhi titah sang istri. Dia malah berjalan mendekati Najmi dan memeluk perempuan itu dari belakang. Lalu, diusapnya perut yang masih rata tersebut dengan penuh kemesraan. Tentu, Najmi meremang bukan main. Dari ujung kaki hingga ujung kepala, ia merinding merasakan sentuhan Adibya.

“Saya bukannya enggak mau, Sayang. Tapi kalau kamu mau kasih jatah, kayaknya jangan dulu deh menurut saya. Kan, dedeknya baru jadi?” Wajah penuh godaan itu terpampang jelas. Maka ….

“HEH!” Najmi lantas berbalik dan menyentak lengan Adibya agar terlepas dari tubuhnya. Wajah dengan kedua daun telinga yang telah bersemu dan merah padam itu ia tutupi dengan raut sebal. Meski pada nyatanya, ia tengah salah tingkah setengah mati. Debaran pada dada tentu bukan main pula dentumannya. Bohong kalau saja Najmi tidak merona akan gombalan Adibya.

Pada lilin yang sayup menghiasi redup, pada jam dinding yang berdentang dari petang ke petang, dan pada angin malam yang membawa terbang getaran tawa sosok Adibya, maka Najmi bersumpah bahwa bahagia rasanya tengah menghantam relung jiwa. Sederhana, namun romansa yang tercipta seolah telah berkuasa pada keduanya.

”Bercanda, Najmi.” Begitu tutupnya menyudahi senda gurau. Lantas ia curi kesempatan untuk mengecup pipi kanan sang istri sebelum meraih handuk untuk digantungkan pada pundaknya. Lelaki itu pun berjalan cepat menuju kamar mandi.

Namun bukannya langsung masuk, Adibya malah kembali menoleh. “Apa lagi?” tanya sang puan dengan raut heran.

Adibya pun hanya cengengesan. Lalu, lisannya kembali angkat bicara. “Kamu enggak mau cium ketek saya dulu?”

“Dih, ogah!” Raut enggan pun terpampang jelas. “Mas Adib bau,” sambungnya.

Sang tuan tentu mencebik meledek. “Ah, biasanya juga kamu kalau tidur suka ngelendot ke ketek saya,” goda Adibya mengungkap kebiasaan Najmi ketika tidur bersamanya selama empat bulan pernikahan berlangsung. Yang diledek hanya merotasi bola matanya malas, dan lebih memilih untuk melanjutkan kegiatannya memilih pakaian dalam sang suami.

“Padahal kalau istri nyium bau ketek suami tuh bakalan awet muda, tau.” Kegiatan pemberian celana dalam yang hendak Najmi serahkan pada sang pemilik pun terhenti sejenak.

“Dih, kata siapa?!!” Dengusnya tak setuju akan persepsi nyeleneh sang suami.

“Kata saya.” Maka setelahnya, usai Adibya menarik benda keramat dari tangan sang istri, tawa puas pun menyeruak menguasai rungu masing-masing. Rahang Adibya sampai sakit sendiri karena menertawakan Najmi yang kini telah ia tinggalkan mengomel di luar sana. Sementara, ia sudah memasuki kamar mandi demi membasuh diri dengan air hangat. Sebab, Najmi sudah menyiapkannya di dalam sana.

Namun bukannya lekas mandi, gerakkan Adibya malah tertahan kala cermin yang ada di hadapannya saat ini penuh dengan tempelan sticky notes berwarna merah jambu yang membentuk hati. Di atas kertas kecil tersebut juga terdapat berbagai macam penggalan kalimat pendek. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang istri tercinta, Najmi Desra?

Things I Love About You

Begitulah judul yang tertulis pada sebuah sticky notes yang ditempelkan pada pojok kiri cermin. Dan sudah dapat dipastikan bahwa tarikan pada lengkung bibir sang pemuda kian tersungging dengan begitu lebar. Dibacanya satu per satu tulisan yang ada pada lembaran tersebut. Satu dua membuat hatinya terenyuh, beberapa lagi membuat jakunnya naik turun menahan tawa. Intinya, Najmi berhasil membuat hati Adibya tersentuh hingga ke ulu.

Usai mandi bak secepat kilat, Adibya lantas menghambur keluar dengan terburu. Dilihatnya sang istri tengah duduk di depan meja rias sebab sibuk mengaplikasikan skincare rutin sebelum tidur. Dan yang lelaki itu lihat, lip mask adalah benda terakhir yang Najmi kenakan.

“Sayang …, ” panggilnya dengan nada begitu lembut. Diusapnya puncak kepala sang puan dengan penuh kasih. “Kamu kenapa romantis banget?” sambung Adibya merunduk, lalu mendusalkan wajahnya pada leher sang istri. Ia begitu bersyukur memiliki Najmi.

Di lain sisi, sang puan hanya bisa menikmati desir darahnya kala deru napas Adibya menyapa ceruk leher dengan sensual dan manja. Netranya kemudian beradu kala sang tuan juga menatap dirinya melalu cermin.

Dengan semu memenuhi seluruh wajah, Najmi lantas angkat bicara. Dia bertanya, “gimana? Terharu nggak sama yang aku siapin?”

Adibya mengangguk pasti, lalu dibiarkannya Najmi yang memilih berbalik dan ikut berdiri menghadapnya. “I swear to God, I’m so happy that I have you here.” Begitu pengakuan sang tuan.

Maka, lelaki yang bagian bawah tubuhnya masih dibalut handuk tersebut pun mengecup ranum sang isteri dengan singkat. Dan setelahnya, tanpa mau membuat Najmi mengomel lagi, lelaki itu dengan lekas meraih piama tidurnya untuk dikenakan.

“Ayo, kamu mau kasih apa untuk saya?” Lelaki itu tentu menagihnya dengan rasa penasaran yang telah membumbung tinggi dan begitu besar.

Maka ketika Najmi memberi gestur untuk ikut mendudukkan diri di tengah ranjang, Adibya pun tanpa ragu menuruti. Wajahnya cerah sekali meski jam dinding telah menunjukkan waktu hampir tengah malam.

“Ulang tahun kamu bahkan udah hampir habis tanggalnya. Tapi gapapa, kita rayain sekarang.” Najmi lantas memantik korek, lalu menghidupkan lilin berangka 30 yang ada di atas kue ulang tahun tersebut.

Padahal, umurnya sudah matang. Tak terlalu penting rasanya untuk dirayakan. Namun ini Najmi dan Adibya, yang setiap momennya, mereka anggap begitu berharga.

Setelah menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun dengan iringan tawa, Adibya pun meniup lilin dengan raut gembira. Tepuk tangan pula tak lupa dua insan itu hantarkan demi memeriahkan pesta sederhana yang diciptakan.

“Nih, dibuka.” Najmi menyodorkan paper bag berisi sebuah jam tangan bermerek, lengkap dengan sebuah amplop merah berisi surat bergoreskan tinta yang ia torehkan pengakuan cinta dengan penuh ketulusan.

Tatapan segenap haru dan perasaan yang kian membuncah bahagia tentu melimpah ruah. Adibya bahkan menyempatkan diri untuk mengecupi seluruh daratan kulit wajah sang istri sangkin gemasnya dia. Bening air mata bahkan turut menggenang sebab bingung harus memberikan respon yang bagaimana lagi sesudah ini.

Najmi-nya, benar-benar di luar ekspektasi. Untaian kata yang menjadi susuan kalimat luar biasa, pun, membuat Adibya merasa menjadi lelaki paling beruntung di atas dunia.

Lantas setelahnya, “May I taste the sweet rose on your lips?” Artinya, Adibya meminta izin untuk mencubu ranum sang istri yang telah menggunakan lip mask varian mawar. Meski pada kenyataannya benda tersebut tak semanis itu, bagi sang tuan tetaplah terasa candu. Sebab rasa manis paling kuat bukan dari lip mask tersebut, melainkan dari belah Najmi sendiri. Hingga Adibya telah hapal bagaimana rasanya hingga membuat candu kala bercumbu.

“Can I?” tanyanya lagi, yang kemudian mendapat sebuah anggukkan malu-malu dari sang puan.

Maka sebelum kegiatan mesra dan intim pengantin baru itu dimulai, Adibya menyingkirkan kue mereka terlebih dahulu agar tak mengganggu pergerekan di atas ranjang.

Hanya bercumbu, tidak lebih. Sebab selain Adibya sadar bahwa Najmi tengah hamil muda, ia juga sadar bahwa waktu telah lewat tengah malam. Mereka harus beristirahat yang cukup demi menyambut hari esok.

“Saya bersyukur kamu enggak punya mantan,” ucapnya tiba-tiba. Lelaki itu menyambut pembaringan kepala Najmi yang beralaskan lengannya di atas ranjang tersebut.

Najmi yang mendengar penuturan tersebut tentu menatap heran. “Maksudnya?” Usai kegiatan percumbuan telah usai semenjak bermenit-menit yang lalu, mereka memang sudah memilih untuk beristirahat mengingat keduanya juga pasti dilanda lelah. Meski hasrat bercinta sama besarnya, dua manusia itu tidak boleh egois hanya karena nafsu semata.

“Kan, katanya kamu kemarin-kemarin pengen ciuman sama mantan kamu, bukan sama saya.” Adibya menggeser posisi tubuhnya sehingga dada bidang yang tertutup piama milik lelaki itu pun berhadapan tepat dengan wajah Najmi.

Gadis itu mendongak, lalu tertawa geli. “Waktu itu bercanda doang, kok. Sengaja mau bikin kamu kesel karena mau ulang tahun. Gitu …,” jelasnya dengan raut jahil. Bahkan kedua alisnya ia naik turunkan.

Adibya lantas mencebik, lalu tiba-tiba menyerang Najmi dengan jurus dekapan ketiak sampai Najmi berteriak ingin dibebaskan. Padahal, lipatan tubuh yang satu itu beraroma harum. Namun Najmi tetap saja enggan jika harus didekap erat oleh ketiak sang suami.

“MAS ADIB, IH! LEPAAASS!”

Tengah malam menuju larut itu pun mereka habiskan dengan penuh kasih dan senda gurau hingga lelah menghampiri. Dan puluhan menit setelahnya, Najmi pun terlelap dengan posisi memeluk erat raga sang suami. Begitupula dengan Adibya yang kedipan netranya telah sayu dan mulai meredup. Maka sebelum kesadarannya benar-benar terenggut menuju alam mimpi, ia kecup lembut kening milik Najmi.

“Terima kasih, Najmi Desra.”

Malam sebelumnya, kala Adibya sibuk dengan berbagai macam berkas yang dibutuhkan untuk persidangan di dalam ruang kerja, Najmi malah menyibukkan diri dengan berkutat di dalam kamarnya. Itu semua ia lakukan demi menorehkan berbagai macam isi hati dan rasa syukur atas kehadiran sosok Adibya Lofarsa dalam hidupnya.

Goresan demi goresan mulai memenuhi kertas. Lembar yang tadi kosong bahkan kini nyaris penuh dengan rangkaian kalimat yang Najmi torehkan. Dia, memang bukan perempuan yang lisannya terlalu ahli dalam bertutur kata penuh romansa, persis seperti bagimana Adibya Lofarsa selama ini mengutarakan cinta. Namun, akan ia usahakan surat tersebut dipenuhi dengan berbagai macam ungkapan cinta kasih dan rasa syukur yang begitu besar karena telah memiliki sosok Adibya dalam hidupnya.

Maka ….

Teruntuk Kamu, Lelaki Enam Juni.

First and foremost, happy birthday to the love of my life, the light of my day! Time really has flown by since our first meet. I know that we will be together forever and nothing can change that. Because you’re not just my husband, you’re my best partner and friend. My shoulder to lean on, the one that I want to spend my life with and you are the one that I want to grow old with. You are the one I want to laugh with, cry with, I share my secrets with and everything in between with.

I truly believe you are an amazing person and without you in my life I would’t be able to achieve all of my goals. And you are the first thing I pray about each new day. With you is how I love to start my day. I thank god for the gift of you. Because of your selfless love. And my love for you is as sure as the rising of the sun each day.

I know what true love is. I really appreciate your thoughtfulness and the amount of effort that you put into our relationship. You mean everything to me and I wouldn’t be lying if I said that you were the most precious and important person in my life. Because whenever I looking at you, makes everything bad disappear.

Each day, I love you more than last. When I look around, everything good I see reminds me of you. The sun radiates the warmth of your smile. You’re the king of my life, and I wouldn’t have it any other way. You’ve shown that you are worthy of my everything.

We’ve been trought so much together; good times, bad times, flights, long distance relationship, almost break ups …, but one thing is certain, we always find our way back to each other. Every time we apart, I feel lost without you. I don’t want to lose you ever . You’re my better half and I’m thankful that you are always be on my back. So, don’t stop being the amazing man I know. You’re loved.

Happy birthday, and do have a blast.

Best Regards,

Your Sexy Wife

Begitulah isi surat yang Najmi hantarkan untuk lelaki yang kehadirannya begitu ia syukuri.

--

--

rofenaa
rofenaa

Written by rofenaa

bagian dari hobi dan mimpi.

No responses yet