Gelap malam di pinggir jalan sekitar kampus itu … Nabila sungguhan menjadi salah satu penghuninya. Gadis Betawi yang sudah meraup lebih dari 1 juta pengikut di akun Tiktoknya tersebut, kini tengah dalam sesi ‘kasih paham’ pada Si Paling Seleb. Ia balas hujatan dan hinaan yang diarahkan padanya tadi hingga kembali ke si pelontar. Enak saja wanita tersebut mengatainya dengan sebutan yang sangat tak pantas hanya karena sebuah masalah sepele.
Padahal tak perlu ditelisik pun, sebenarnya Nabila jelas tak salah. Ia hanya ingin menyadarkan Grace bahwa dalam tugas kelompok itu, setiap anggota bertanggung jawab untuk mengerjakan dan menyelesaikannya secara bersama. Namun sayangnya, Grace adalah tipe mahasiswa terima bersih. Selain itu, profesinya sebagai seorang selebgram laris manis juga dijadikan alasan agar tak ikut mengerjakan apa yang sudah ditugaskan dan dibagi secara rata. Tidak adil rasanya jika ia hanya berkontribusi dalam pembiayaan, sedang teman-teman lain tunggang langgang berkuras mencari materi dari berbagai macam sumber terpercaya. Belum lagi harus analisis kasus. Semua bergelut dengan otak mereka, bukan hanya dengan isi dompet ataupun rekening.
Nabila Putri sungguh anti dengan beban kelompok. Makanya ia juga setuju untuk mengeluarkan Grace dari kelompok. Selain karena seenaknya, ia juga kasar sekali. Tak bisa diajak kompromi dan bicara baik-baik. Selain itu, Gadis Betawi tersebut tentu sangat sakit hati atas umpatan dan hinaan Grace terhadapnya. Dikira ia akan takut begitu? Jelas tidak! Mau lawannya anak presiden sekalipun, Nabila tak akan gentar. Ia tak sudi gemetar apabila tak bersalah dalam hal tersebut. Adu mulut sampai adu jotos pun akan ia jabani hingga puas hati.
Sementara itu, Septian Dwi Cahyo, mahasiswa fakultas teknik yang kebetulan masih duduk bersama kawanannya di warung kopi dekat sana pun tentu ikut memperhatikan keributan tersebut. Mereka sibuk menerka dan diskusi dadakan. Beberapa ada yang langsung berdiri dan berjalan mendekat ke arah sana. Sebab suara dua wanita yang saling adu argumentasi itu sungguhlah mencuri perhatian. Sepertinya bahkan dalam hitungan 2 menit ke depan akan terjadi aksi jambak menjambak dan cakar-cakaran.
“Anjir beneran berantem!” Celetuk dari salah seorang lelaki dari jurusan lain yang sedari tadi jelas Septian perhatikan itu berlari keluar warung dengan tergesa.
Dia Shiddiq, yang sudah ada di warung ini lebih dulu daripada dia dan kawanan teknik sipil. Sepertinya beberapa anak hukum itu sedang berdiskusi bebas di sini. Mahasiswa semester 7 butuh hiburan di tengah waktu mereka yang setengahnya sudah sibuk menyusun proposal skripsi.
“Itu yang berantem anak kampus kita?” tanya lelaki yang duduk di samping Septian. Sementara yang tak merasa ditunggu jawaban dari mulutnya itu sudah kembali sibuk dengan laptop di hadapan. Ada banyak tugas dan pekerjaan yang harus ia kerjakan meski disambil begini.
Lantas suara lelaki lain pun akhirnya menyahut pertanyaan dengan sedikit antusias. “Anjir, itu cewek yang berantem di sana pentolan anak hukum!” Dia adalah salah satu orang yang rela mendekat ke arah keributan dan kembali lagi ke warung untuk memberi informasi akurat.
“Hah? Dua-duanya?”
“Iya, sat! Kalau gak salah tuh yang satu Selebgram, yang satu lagi Tiktokers!” Mendengar hal itu, jari jemari Septian yang sibuk dengan mouse-nya itu berhenti sejenak. Pikirannya langsung tertuju pada satu nama yang telah menguasai kepala dan hatinya beberapa waktu ke belakang ini.
Septian menduga-duga bahwa yang dimaksud semoga bukan sungguhan gadis itu. Akan tetapi, Gadis Betawi tersebut sangatlah berpeluang dalam hal-hal yang seperti ini.
“Nabnab?” tanya Septian sedikit ragu. Berharap kalau dugaannya sungguh salah seratus persen. Namun ia malah mendapati tatapan mata lebar dan anggukan yang begitu antusias dari kawannya. “NAH! Iya itu!” jawabnya sumringah. Lelaki itu puas sebab berhasil mengingat nama panggilan salah satu gadis tersebut.
“Lo kenal, Sep?” lanjutnya menatap Septian yang kini sudah mengalihkan pandangannya secara penuh ke arah arena pertempuran.
“Kenal. Tapi itu siapa yang cowok?” Manusia berjenis kelamin laki-laki yang sibuk menengahi pertengakaran itu jelas akan tampak lebih pendek dari Septian apabila disandingkan. Namun bukan tinggi badan yang menjadi perhatiannya, melainkan rangkulang tangan dan rengkuhan sang pemuda pada Nabila.
“Kaga tau. Kayaknya temen mereka juga sih, dia udah di sono pas dari mau ribut.” Informasi ini sudah cukup, ia juga sudah merasa panas dingin melihat Nabila disentuh-sentuh seperti itu meski keadaannya yang memang mendesak. Tapi apa salahnya menarik pergelangan tangan saja? Tak perlu sampai rangkul dan rengkuh. Belum lagi dengan Shiddiq, si lelaki jangkung bak tiang listrik itu kini juga kelihatan melindungi Nabila dan membujuk gadis tersebut untuk tidak melanjutkan keributan.
Namun apa boleh buat, keberadaan Shiddiq dan Roma si cowok mini dari fakultas hukum itu seolah tak berguna. Sebab Nabila yang rambutnya dijambak terlebih dahulu oleh Grace, langsung membalas dengan hal yang sama tetapi lebih dahsyat tarikannya. Kalau bisa rambut Grace bicara, mungkin ia akan berteriak kesakitan sebab rasanya seperti akan lepas dari kulit kepala saat itu juga.
Lantas hardik dan caci maki yang kian menggelegar pun tak terelakan lagi. Bahkan saat Septian sudah meminta kawan-kawannya untuk tidak merekam pertengkaran tersebut dengan niat mengunggahnya di kemudian waktu, masih ada yang tak mau mendengarkan. Beberapa dari mereka tetap bebal dan melanjutkan aksi merekam dari jauh tanpa berniat melerai.
Maka mau tak mau, Septian dengan lekas menitipkan barang berharganya sebentar dengan sang kawan yang tetap berada di warung. Sementara itu, ia harus segera menyusul ke sana dan memberi sedikit ancaman agar keributan tak berlanjut. Sebab bisa saja gadis-gadis ceroboh itu berakhir di kantor polisi dan menerima surat peringatan dari pihak kampus esok pagi. Bahkan untuk satu jam ke depan, Septian tak dapat menjamin bahwa mereka tidak akan ramai dibahas di sosial media.
“Sial, mana Nabnab gak pakai masker lagi!”
ASEP NABNAB by ebbyyliebe