Hari ketiga ujian try out. Mata pelajaran Bahasa Inggris dan Kimia pun menjadi jadwal ujian bagi murid jurusan IPA hari ini. Semua tampak sibuk membolak-balikkan contoh soal yang selama ini telah dipelajari. Entah itu di sekolah, ataupun di tempat bimbel. Tak terkecuali bagi seorang Alvaro Marfellio. Dua jam yang lalu lima puluh butir soal Bahasa Inggris telah dihadapi olehnya dan semua siswa kelas dua belas. Sementara lima belas menit ke depan, ujian Kimia akan segera dilaksanakan oleh jurusan mereka.
Tangannya dingin. Namun sorot mata elang miliknya itu menatap fokus pada penyelesaian-penyelesaian soal HOTS yang telah ia bahas saat malam minggu bersama Arsaka, Si Jagoan Molekul. Pula tadi malam mereka kembali mengulang pelajaran tersebut bersama Senan. Bahkan, Arsaka tidak sungkan-sungkan untuk memberitahu rahasia bagaimana cara dirinya dalam belajar Kimia. Ia ajarkan pula Alvaro dan Senan dengan cara yang mudah, jitu, ringkas, dan gampang untuk dipahami. Namun hasil yang diraih akan tetap tepat dan akurat.
Soal HOTS sendiri merupakan singkatan dari Higher Order Thinking Skills yang artinya kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam soal ini, siswa dituntut untuk berpikir kritis dan lumayan menguras energi. Makanya, Arsaka beritahu pada mereka tentang bagaimana metode belajarnya yang efisien selama ini.
“Minum dulu, Varo.” Suara khas milik Si Jagoan Molekul itu menyapa rungu Alvaro. Kepala itu berputar tiga puluh derajat demi melihat wajah yang dihiasi senyum cerah milik Arsaka Laksana.
Angin di gazebo sekolah terasa amat menyejukkan. Meski sedikit bising, hal tersebut tak akan berpengaruh pada Alvaro jika sudah berkonsentrasi dalam belajar.
“Makasih,” ujar Alvaro sembari menerima uluran sebotol air mineral dingin yang dibelikan oleh Arsaka di kantin beberapa saat yang lalu.
“Jangan terlalu diulang, nanti lupa.” Arsaka memperingati Alvaro. Sebab, memang, jika dalam keadaan yang panik dan beban pikiran tengah banyak, apa yang sudah dipelajari sebelumnya, lalu diulang kembali saat menjelang ujian, terkadang membuat konsepnya malah jadi hilang saat berhadapan langsung dengan soal. Semua yang telah dipelajari tadi seolah raib ditelan bumi.
Namun Alvaro hanya diam. Tak ia hiraukan kalimat Arsa barusan. Toh, pria itu mana tau. Hidup matinya bagai tengah di ambang lautan bebas. Nilai kimia-nya dituntut harus sempurna. Kalau tidak, mobilnya akan menjadi hak milik Jeffan, dan kartu kreditnya juga akan diblokir oleh Fadel. Belum lagi dengan berbagai macam kemungkinan yang akan pria dewasa itu lakukan pada tubuh lemah sang Mama. Alvaro harus menjaga wanita berharganya itu.
Bel berbunyi. Pengumuman untuk kelas dua belas pun mengudara, memenuhi setiap sudut sekolah. Bahwa mereka harus segera kembali memasuki labor komputer.
“Semangat!” Dari siapa lagi kata itu terucap kalau bukan dari lisannya Arsaka Laksana? Kebetulan, nomor absennya dengan Alvaro juga berdekatan. Jadi, mereka duduk bersebelahan di depan komputernya masing-masing.
Sistem di sekolah mereka memang telah lama menerapkan ujian berbasis komputer. Sebelum Kemendikbud memproklamirkan bahwa Ujian Nasional harus menggunakan benda elektronik tersebut, SMA Garuda Pancasila bahkan sudah melakukan pelatihan-pelatihan pada siswanya untuk berhadapan dengan soal di komputer secara langsung. Sebab, bukan hanya karena sekolah elit dan bergengsi, Garuda Pancasila merupakan kiblat dari sekolah swasta yang ada di Indonesia. Mulai dari gaya belajar, susunan peraturan di sekolah, serta berbagai macam inovasi dan keunggulan yang dapat memotivasi sekolah lain untuk menjadi lebih baik lagi.
Soal ke-28 adalah materi tentang Stoikiometri. Materi tersebut merupakan pembelajaran yang paling Alvaro benci bahkan sejak kelas sepuluh. Sedangkan di awal soal saja, saat dihadapkan dengan soal Kimia Unsur, Alvaro sudah mendecak sebal. Belum lagi dengan Elektrolisis dan Hidrolisis Garam. Lelaki itu tiba-tiba merasa seperti bukan siswa unggulan di Garpa saja. Ah, kimia memang sungguh menyebalkan. Tapi Fadel, Jeffan dan si ibu tiri itu masih jauh lebih menyebalkan daripada Kimia.
Dalam satu dua kesempatan, Arsaka yang dengan tenang mengerjakan soal-soal di hadapannya itu melirik ke arah komputer milik Alvaro. Di labor yang mereka huni ini, fasilitas mejanya belum ada sekat. Jadi, Arsaka dapat dengan mudah melancarkan aksinya.
Sesekali kertas buram pencarian milik lelaki itu juga ia amati. Bukan untuk mencontek, tapi hanya untuk memastikan bahwa Alvaro menggunakan rumus yang tepat. Seperti apa yang sudah ia beritahu sebelumnya.
Waktu ujian hanya tersisa lima belas menit lagi. Dan tepat pada soal ke-32, Arsaka menggigit bibirnya gusar saat mendapati Alvaro meng-klik jawaban yang salah. Lelaki itu terperangkap dalam soal yang sengaja dibuat untuk menjebak siswa.
“Varo!” Arsaka memanggilnya dengan berbisik. Kaki jenjangnya telah sampai di dekat sepatu Alvaro.
Alvaro menoleh. Baru kali ini ia diganggu oleh seseorang saat sedang fokus ujian. Kemudian, ia lirik dua orang pengawas yang sedang sibuk memperhatikan siswa lain. “Apa?” tanyanya balik berbisik.
“Jawaban tiga puluh dua bukan C, tapi A.”
Alvaro mengerut dalam. “Lo liatin jawaban gue?!”
“Sedikit. Tapi nggak nyontek kok. Cuma mau mastiin.”
Bisikan mereka sangat pelan. Yang tahu hanya siswa di sebelah Arsaka saja. Dia tak banyak komentar, dan juga tidak peduli dengan apa yang dua orang teratas itu bicarakan.
“Tapi kan paket kita beda?!” Alvaro bersiteguh dengan jawaban yang ia pilih.
Arsaka menggaruk pelipisnya sekejap sembari menoleh ke arah pengawas yang masih belum menyadari interaksi mereka. “Paket beda, tapi soalnya sama kok. Cuma diacak aja letaknya,” jawab Arsaka memberitahu hasil pengamatannya beberapa hari ini.
“Hei! Yang di sudut depan ngapain?!!” Teguran dari salah satu pengawas yang berada di belakang mereka pun menjadi pusat perhatian para siswa yang tengah fokus mengerjakan soal.
Arsaka yang merasa ditegur pun langsung mengalihkan pandangannya pada komputer. Sementara Alvaro masih bersikap santai dan biasa saja.
“Ngapain kalian?” tanya guru pengawas tersebut bergantian pada Arsaka dan Alvaro.
Arsaka mulai gundah. Namun jawaban Alvaro membuat dirinya merasa sedikit lega. “Ini Buk, tadi komputernya Arsaka rada ngelag. Gak bisa di-scroll katanya.” Meskipun Alvaro berbohong, guru tersebut nyatanya percaya. Sebab dia adalah siswa unggulan teratas selama ini. Dan lagi pula, pada ujian sebelumnya hal tersebut memang wajar terjadi.
“Tapi sudah nggak kenapa-napa ‘kan komputernya?” tanya guru berkerudung coklat tersebut.
“Udah gapapa kok, Buk. Maaf jadi menimbulkan keributan,” jawab Arsaka tenang. Guru tersebut pun mengangguk syukur.
Tak lama, Alvaro kembali fokus pada layar komputernya. Ia tahu, bahwa Arsaka tidak handal dalam berbohong. Makanya tadi ia putuskan untuk membuka suara dan mencari alasan paling logis. Lagi pula, pasti lelaki itu tidak akan mau melakukan suatu kebohongan. Ya mau tidak mau, terpaksa Alvaro lah yang harus turun tangan.
Di sisi lain, Arsaka menghela napas lega. Ia juga merasa lapang saat Alvaro mengikuti ucapannya tadi. Lelaki tersebut mengubah jawabannya dari opsi C ke A. Syukurlah kalau Alvaro percaya. Jadi nanti nilainya bisa lebih rendah lagi dari milik lelaki tersebut.
“Gapapa, Arsa. Nilai delapan puluh lima itu masih tinggi,” batinnya seraya meng-klik jawaban yang salah.
Si Jagoan Molekul itu, namanya Arsaka Laksana. Yang rela mengalah demi sosok Alvaro Marfellio. Biar apa? Biar lelaki tersebut tidak lagi dibanding-bandingkan oleh ayahnya. Agar Alvaro tak lagi dianggap pecundang, dan selalu ditekan. Sebab, tuntutan nilai sempurna memang benar-benar menyulitkan orang-orang seperti Alvaro.
Percayalah, hal yang tidak kita sukai, jika dipaksa untuk tetap mengerjakannya, akan membuahkan hasil akhir yang kurang memuaskan. Bahkan, akan meleset jauh dari ekspektasi. Tapi harapan Arsaka, semoga saja Alvaro dapat mematahkan persepsinya selama ini. Biarkan Alvaro kembali mendapatkan haknya. Beri Alvaro kebebasan meski barang sekejap.
“Pak, maafin Arsa.” Lagi, Arsaka sengaja memilih jawaban yang salah. Setelah ini, ia pasti akan meminta maaf pada Pak Jeriko. Sebab, Arsaka sudah tidak mendengarkan nasihatnya. Pak Jeriko bilang untuk tidak berlebihan dalam membantu. Tapi buktinya, memang hanya hal ini yang dapat ia lakukan untuk Alvaro. Toh, bagi Arsa, ini hanyalah evaluasi semata. Ujian coba-coba. Tapi tidak bagi Alvaro. Hidup matinya ada pada ujian ini. Ujian Kimia, berarti sama saja dengan ujian kehidupan bagi temannya itu. Arsaka sangat tahu.
Aliansi Garuda Melegenda
Karya Rofenaa
©ebbyyliebe