Ibarat sebuah kapal yang pernah terombang-ombing di tengah lautan lepas, menghadapi hantaman ombak, melalui pusaran air raksasa, hingga hampir menabrak karang yang berpotensi mengaramkan pelayaran, pada akhir cerita, masing-masingnya dapat menemukan pelabuhan yang tepat. Mereka telah berhasil menambatkan tali kapal dengan kuat dan berakhir selamat. Meskipun perjalanan yang ditempuh harus melewati berbagai macam rintangan, nyatanya takdir telah membawa mereka ke dalam satu ikatan takdir yang dinamakan pernikahan.
Nadi sepasang insan tersebut berdenyut merdu. Debarannya bertalu-talu, seolah ada yang tengah berdendang di dalam tubuh mereka. Gugup yang menyapa kali ini pun bukan main getarannya. Namun deru napas yang terlihat tenang bak setenang air danau tersebut menggambarkan bahwa sosok yang akan mengucapkan janji suci sehidup semati untuk pertama dan terakhir kali, tampak mempesona. Balutan jas berwarna putih gading menjadi warna busana resmi di hari pernikahan pasangan tersebut.
Desir angin yang menyapa wajah sedikit memberi ketenangan. Sebab, konsep pernikahan yang semula ingin diadakan secara indoor berubah menjadi outdoor. Usai pengangguhan rencana pernikahan yang terjadi di antara Najmi dan Adibya yang menempuh perjalanan cukup terjal itu pun keluarga dari kedua calon mempelai kembali membicarakan konsep, susunan acara, jumlah tamu undangan, dan segala tetek bengeknya sekitar empat bulan terakhir. Berbagai macam pertemuan telah terjadi usai sang pemuda kembali ke Indonesia sekitar awal September 2024 lalu.
Dan sekarang, di sinilah mereka. Di bawah dekorasi indah yang dibayar mahal, Adibya duduk di hadapan seorang ayah yang akan menyerahkan satu-satunya anak gadis yang ia besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang. Pun, serba berkecukupan. Maka, kala jabatan tangan terjadi dengan perasaan bahagia yang sulit untuk dijabarkan, sang pemuda tentu sudah mempersiapkan diri demi menyambut istrinya nanti dengan kehidupan yang segala sesuatunya telah dipersiapkan secara matang.
Rumah masa depan beserta isinya, tabungan untuk kehidupan sehari-hari, bahkan sampai uang untuk segala kebutuhan anaknya nanti sudah Adibya persiapkan selama dua tahun ke belakang. Sebab, Najmi Desra adalah satu-satunya wanita yang ia harap akan selalu menemaninya hingga akhir hayat nanti. Maka, mempersembahkan kehidupan yang sejahtera adalah salah satu cara yang nyatanya menjadi faktor penting dalam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Dan Adibya akan melakukan hal itu dengan rasa cinta yang melimpah ruah.
Mungkin, harta bukanlah suatu hal yang kekal. Namun hidup serba berkecukupan dan memiliki banyak tabungan serta investasi masa depan adalah hal yang paling diinginkan semua orang. Sebab, tak ada orang yang tak ingin sukses di atas dunia ini. Semuanya berlomba-lomba demi bisa membahagiakan diri. Yang salah satunya memang dengan cara mencukupi segala kebutuhan hidup.
Seperti yang orang-orang bilang, uang memang bukan segalanya, tapi segalanya memang butuh uang. Menggelar resepsi pernikahan seperti ini, contohnya.
Pembacaan ayat suci Al-Qur’an telah selesai dibacakan. Maka selanjutnya, dilanjutkan dengan khotbah nikah yang akan dibacakan oleh salah satu wali dari kedua belah pihak. Jadi, Ghandi lah yang diminta dan ditunjuk langsung oleh Khaffa. Tujuan dilakukannya hal ini adalah untuk membuka dan sedikit berbagi ilmu tentang bagaimana hal-hal yang seharusnya dilakukan pasangan setelah resmi menikah.
Dan kini, tibalah mereka pada bagian klimaks dari sebuah pernikahan, yakni ijab kabul. Yang mana, Khaffa sebagaimana adalah orang tua satu-satunya dari mempelai wanita, akan menikahkan putrinya, Najmi Desra kepada mempelai pria yang bernamakan Adibya Lofarsa secara sah di hadapan Yang Maha Kuasa.
“Saya nikahkan dan kawinkan ananda Adibya Lofarsa bin Laksamana Aswin Lofarsa dengan putri saya yang bernama Najmi Desra binti Khaffa Desra dengan mas kawin uang tunai sebesar Rp258.221.110 (dua ratus lima puluh delapan juta dua ratus dua puluh satu ribu seratus sepuluh rupiah), emas seberat 25 gram, dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
Semua hadirin dan tamu undangan yang hadir saat akad ini benar-benar termangu. Mahar berupa uang yang barusan Khaffa ucapkan membuat telinga kebanyakan orang mendadak pengang. Otak mereka pun turut beku kala deretan angka yang rumit dan tidak genap barusan benar-benar memusingkan kepala. Bahkan, ingat pun tidak berapa jumlah pasti yang disebutkan tadi. Seperti Nabila contohnya. Gadis itu menyempatkan diri untuk menyenggol Septian yang duduk tenang di sebelahnya. Memberi kode bahwa hal ini akan menjadi pemabahsan mereka nanti.
“Saya terima nikah dan kawinnya Najmi Desra binti Khaffa Desra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”
Lantas, perasaan yang begitu lega dengan semu wajah yang bersemi menghantam setiap orang. Terlebih Adibya dan Najmi sendiri yang duduk bersebelahan.
“Gimana para saksi? Sah?”
“SAH!!!”
Lantas, di tengah orang berucap syukur secara serempak dan kemudian mengadahkan tangan untuk memanjatkan doa, Nabila dan Shiddiq dengan semberononya malah bergosip ria. Dua sejoli itu berbisik sembari berucap ‘amin’ dikala orang-orang melafalkannya beramai-ramai.
Septian yang memperhatikan kegiatan kekasih dengan sahabatnya itu pun menyikut lengan Najmi sebagai bentuk teguran. Berdoalah dengan bersungguh-sungguh. Kita sedang meminta pada Tuhan, bukan pada siapapun itu. Dan jika hal itu dipraktekan pada manusia sekalipun, bukannya ditolong, kita pasti malah dimaki. Tak tahu diri.
Lantas, Nabila dan Shiddiq terdiam hanya dengan tatapan tajam yang Septian berikan. Mereka pun berakhir ikut dengan khusyuk dalam berdoa.
Di lain tempat, usai mereka telah selesai memanjatkan doa, kedua mempelai dipersilakan untuk saling berbagi hormat. Najmi yang menyalami dan mencium tangan suaminya, dan Adibya yang mencium kening Najmi dengan lama. Bahkan, ketika sebelum menciumnya, Najmi yang tengah menunduk itu tahu, bahwa ada doa yang pemuda itu panjatkan di atas ubun-ubun kepalanya.
Acara selanjutnya, penandtanganan Buku Nikah. Karena dengan begitu, kedua mempelai dinilai sah secara hukum. Kemudian dilanjutkan pula dengan kegiatan serah terima mahar. Beberapa menit berselang, setelah momen tersebut diabadikan oleh dokumenter pilihan Adibya, Mino Prabuartha, pemasangan cincin pun mereka lakukan. Yang pada kegiatan ini, tentu orang-orang tahu bahwa kedua mempelai akan memasangkan cincin di jari manis pasangannya masing-masing. Adibya pada Najmi, dan Najmi pada Adibya.
Terakhir, deretan acara akad sebelum menuju sesi foto bersama, ada nasihat pernikahan yang akan diberikan kepada kedua mempelai. Tujuannya, agar mereka tahu tentang hak dan kewajiban apa saja yang diemban sebagai pasangan suami istri. Najmi dan Adibya harus tahu apa saja yang boleh, dan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh masing-masingnya.
Lantas, ketika Nabila telah merasa suasana acara akad telah usai dan berjalan cukup santai, ia yang masih ingin membahas ijab kabul terkait mahar pun mendekati Najmi usai mereka foto bersama. Karena, hal tersebut masih membuatnya termangap-mangap bak ikan di daratan. “Gila, Si Om apa kaga puyeng nyebutin jumlah duit mahar lo tadi? Mas Adib mah enak tinggal bilang ‘mas kawin tersebut dibayar tunai’. Lah bokap lo? Ribet banget anjir maharnye!”
Najmi yang diberi pendapat seperti itu pun hanya tertawa kecil. Sebab, jumlah itu adalah permintaannya sendiri. Padahal di awal rencana, Adibya sudah berniat akan memberikan mahar sekitar 300 juta rupiah. Jumlah uangnya genap. Namun Najmi menolak. Yang gadis itu mau, angka pada mahar berbentuk uang tersebut memiliki makna. Jadilah, tanggal pernikahan mereka dipadupadankan dengan tanggal tragedi jatuhnya NS66 yang nyaris membuat hubungan mereka terpisah beda dunia. Maka setelahnya, kedua belah pihak itu pun setuju untuk mahar yang berupa uang tersebut berjumlah sekian.
“Dah lah, gue ke sono bentar ye. Lo lanjut foto dulu dah ama sanak famili.” Najmi mengangguk.
Di sebelah gadis itu, Adibya sibuk berbicara dengan Mba Arsyi yang memberitahukan bahwa acara akad nikah akan dilanjutkan dengan resepsi. Karena setelah proses akad nikah mereka itu selesai, resepsi pernikahan akan langsung digelar.
Pembukaan acara tersebut akan dipandu oleh Master of Ceremony atau MC yang sejak tadi menuntun susunan acara akad dengan lancar. Ia menyambut beberapa tamu dengan ucapan dan sambutan yang hangat. Dan sekedar informasi, MC profesional tersebut langsung dipilihkan oleh keluarga Lofarsa. Lebih tepatnya, oleh Mba Aini.
Kemudian, pemberian sambutan kedua mempelai dihaturkan untuk kedua pengantin. Mereka dipersilakan memasuki area resepsi, dan diberi sambutan oleh MC. Usai memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai, dilanjutkan dengan acara sungkeman.
Yang mana, sungkeman sendiri termasuk ke dalam ritual yang sakral karena berkaitan dengan orang tua kedua mempelai. Yang mana, dalam ritualnya, hal ini juga melambangkan sebuah bakti dan rasa cinta kasih seorang anak kepada kedua orang tua.
Tentu, derai mata tak dapat lagi terbendung. Najmi benar-benar terisak kala kedua mempelai nyatanya tak ada yang memiliki ibu. Mereka hanya punya seorang ayah, dan ayah mertua. Wanita paling berjasa bagi setiap anak, tak lagi ada di sisi mereka sejak bertahun-tahun lamanya. Tapi, tak apa. Doa akan selalu dua insan itu hantarkan untuk mereka. Semoga tenang di alam sana.
Selanjutnya, usai acara yang begitu mengharukan tersebut telah selesai dilaksanakan, MC pun mempersilakan Najmi dan Adibya untuk menaiki pelaminan. Dan para tamu pun turut dipersilakan untuk menyalami pasanga tersebut di atas pelaminan.
Pukul 10.45. Rentetan acara ini sedikit lagi akan selesai dan dilanjutkan dengan resepsi yang diisi oleh grup musik klasik serta orkestra pilihan Najmi sampai jam 4 sore nanti. Gadis itu tak mau menggunakan jasa biduan. Bosan, katanya.
Di saat Adibya dan Najmi telah selesai dengan acara suap-suapan nasi kuning, pasangan pengantin baru tersebut pun sudah duduk tenang di bangku pelaminan dan berbagi cerita yang diiringi tawa. Maka, di tengah khidmatnya waktu berjalan, ketika para tamu undangan sibuk menikmati hidangan yang disajikan, tiba-tiba suara musik berubah menjadi berisik. Belum lagi dengan suara mikrofon yang melantunkan suara Nabila hingga menggema di setiap sudut hamparan rumput, membuat Najmi kian bertanya-tanya.
Maka, ketika netranya menangkap Nabila yang berjalan bersama Shiddiq sembari memegang tiap sudut spanduk bertuliskan HAPPY WEDDING namun mirip dengan desain spanduk pecel lele tersebut, membuat tawa Najmi dan Adibya pecah begitu saja.
Di spanduk tersebut, terdapat wajah Najmi dan Adibya yang ditempel menjadi kepala ikan lele. Di tengah spanduk pun diberi desain gambar hati berwarna merah yang menambah kesan dramatis pada bentangan tersebut. Maka, ketika gerombolan di belakang spanduk ikut berarak-arakan bertemani musik pengiring, membuat tamu undangan lainnya tertawa dan terkekeh geli ketika manusia-manusia tersebut berjalan masuk hingga ke depan pelaminan. Terlebih, keluarga besar Lofarsa. Sebab yang mendomansi rombongan tersebut adalah keluarga dari pihak Desra dan rekan-rekan mempelai wanita.
Septian menjadi satu-satunya sanak saudara Lofarsa yang berada pada gerombolan tersebut. Pemuda itu bertugas membawa baskom berisi beras dan uang sepuluh ribuan yang digulung untuk disawerkan. Di dalam baskom tersebut juga terdapat uang logam 1000 rupiah sebagai penambah uang saweran. Nabila tak tahu pasti ini tradisi adat mana. Yang ia tahu, ia pernah melihat acara sawer uang dengan butiran beras ini saat acara pernikahan saudara sepupunya belasan tahun yang lalu.
“Yooo, selamat menempuh hidup baru wahai bestie kita yang paling sat set sat set kalau kata Shiddiq. Doain kita-kita juga cepet nyusul yak! Kita juga bakal doain yang terbaik buat pasangan Najmi dan Mas Adib. Semoga, jadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Diberi momongan, dan kebahagiaan lahir batin. Aamiin!”
“AAMIIN,” sahut hampir seluruh tamu undangan yang ada di taman ini.
“Yok, yok, bocil ep ep silakan merapat, yang butuh duit buat main ke warnet juga bisa kumpul sini. Mbak-mbak yang mau check out shopee tapi saldonye kaga cukup buat ongkir, mas-mas yang duitnye juga kurang buat beli rokok, sabi merapat. Tapi jangan ampe rebutan ama bocil-bocil yang mau beli bola-bola naruto, ye! Kite mau sawer duit soalnye! Gaskeun tidaakkk?!”
“GASKEUUUNN!!!”
Lantas, para tamu undangan yang menjawab sembari tertawa mendengar lantunan Nabila barusan pun ikut merapat ke tengah-tengah kerumunan. Mereka turut meramaikan dan memeriahkan acara yang sudah Nabila dan Shiddiq rencanakan bersama-sama. Tentu, hal ini telah dimintai izin terlebih dahulu kepada sosok tuan rumah, Khaffa Desra.
“Kepada Ibu Najmi dan Bapak Adib, kalau mau ikutan saweran juga boleh, sini, gabung!” Lantas, Adibya dan Najmi hanya tertawa sembari berdiri di dekat kerumunan. Namun tidak untuk ikut berebut uang. Gerah.
Dan acara pun, berjalan begitu meriah. Maka, terima kasih mereka haturkan kepada Nabila, Shiddiq, dan Septian, yang telah rela meluangkan waktu demi meramaikan pesta pernikahannya dengan suka rela dan penuh suka cita. Hari ini, Najmi dan Adibya benar-benar bahagia dengan begitu luar biasa.
“Itu Nabila pacar Septian, kan, Mba?” Aini bertanya pada Arrisa yang duduk tenang di bangku yang tersedia. Sementara, Arrisa malah asyik merekam para ponakannya yang ikut saweran.
“Iya, yang numpahin rendang waktu halal bihalal dulu,” jawabnya diiringi tawa. Aini pun turut tertawa kala mengingat kejadian beberapa tahun lalu tersebut. Sudah lama, namun masih terkenang jua.
“Langgeng, ya.” Begitu pujinya sembari mengangguk-angguk.
“Kemarin, waktu aku sama Bapak mampir ke rumah Pak Khaffa buat meriksa kesiapan, aku malah liat Nabila sama Najmi manjet pohon rambutan yang ada di belakang rumahnya. Kelakuan dia ada aja yang bikin geleng-geleng kepala. Dimarahin malah ketawa haha heha hehe. Kan, bahaya dan nggak lucu kalau Najmi jatuh dari pohon saat H-1 nikahan.”
“Pohonnya berbuah, kan?”
“Enggak. Makanya dimarahin karena kurang kerjaan banget calon pengantin manjet pohon rambutan yang nggak berbuah. Nyari angin kok caranya kayak gitu.” Tapi pada nyatanya, Arsyi terkekeh geli mengingatnya.
“Astaga ….” Aini sampai bingung harus berucap apalagi dibuatnya.
Adibya tak bisa berkata-kata kala melihat Najmi yang telah selesai dengan pakaian khas adat Minangkabau. Gadis itu tampak begitu cantik ketika menggunakan ‘Suntiang’ dengan baju berwarna merah menggelora. Pakaian ini mereka pakai setelah istirahat sholat zuhur. Panas, memang. Tapi tak masalah. Pernikahannya ini hanya sekali seumur hidup. Maka, Najmi harus rela bolak-balik berganti baju sesuai apa yang telah dibicarakan sebelumnya. Ia tak masalah jika harus melewati fase ribet dan riweh demi mempersembahkan yang terbaik di hari paling bahagia.
Ini, adalah yang ketiga kalinya Najmi dan Adibya berganti pakaian. Dan nanti sekitar jam tiga sore akan kembali diganti dengan pakaian yang lebih santai dan sederhana hingga acara akhirnya selesai. Maka, ketika Adibya menggandeng Najmi untuk kembali naik ke pelaminan, pemuda tersebut memuji gadis tersebut dengan begitu tulus. “Cantik banget istri saya,” ucap Adibya sembari menoel pelan ujung hidung Najmi dengan telunjuknya.
Lantas, yang dipuji pun hanya tertawa kecil dan semakin merona. Telunjuk Adibya pun tentu tak akan mencongkel tumpukan bedak yang ada di hidungnya hanya dengan satu gerakan.
“Ini kamu nggak perlu feedback, kan? Soalnya kalau mau balik muji, percuma. Kamu mah gantengnya udah dari orok.” Adibya pun tertawa mendengar jawaban istrinya barusan. Padahal, ia tahu, bahwa suaminya itu sedang mencoba meyakinkan dirinya agar percaya diri dengan tampilan make up bold yang menghiasi wajah.
Karena ketika awal-awal, Adibya sangat mengerti tentang Najmi yang meminta di pernikahannya ini ia sangat ingin memakai konsep no make up look, tapi malah tak diizinkan oleh keluarga kedua belah pihak. Adibya pun sebenarnya tentu akan menuruti permintaan perempuannya tersebut karena ia tahu bahwa Najmi sudah sejak lama mewanti-wanti hal itu. Namun selama pembicaraan rencana pernikahan yang berlangsung beberapa waktu lalu, permintaannya selalu ditolak dengan alasan ‘nanti nggak pangling’, atau akan berakhir diledek oleh emak-emak julid yang merasa paling oke. Keluarga mereka tak menginginkan hal tersebut terjadi mengingat banyaknya tamu penting dan terpandang yang hadir di hari pernikahan mereka.
Maka, mau tak mau, pada akhirnya Najmi harus rela wajahnya dirias dengan konsep make up bold seperti mempelai wanita pada umumnya. Ada reputasi yang harus ia jaga
Alam raya, terima kasih telah menyatukan Najmi dan Adibya dalam satu jabatan tangan. Terim kasih telah memberi kelancaran dan kefasihan dalam lantunan ijab kabul tadi pagi. Pun, keberhasilan acara mereka yang sama sekali tak memiliki cacat cela. Bahkan, resepsi mereka berjalan meriah dan penuh senda gurau. Tawa menghiasi pada setiap bibir para hadirin dan tamu undangan sekalian yang silih berganti berdatangan ke acara pernikahan mereka ini.
Jabatan dan ucapan selamat bahkan tak lagi terhitung oleh pasangan tersebut.
Maka, ketika yang sudah sangat Adibya nanti dan rencanakan dari beberapa bulan lalu, ketika ia telah berganti baju dengan kemeja putih yang dipadukan bersama celana dasar cokelat pekat, pun Najmi dengan dress yang ia desain khusus untuk dirinya sendiri itu telah terpasang di tubuh ramping gadis tersebut, mereka benar-benar terlihat santai dalam acara penutupan resepsi pernikahan.
Kali ini Najmi sudah boleh menggunakan konsep yang ia inginkan meski menghabiskan waktu hampir satu jam untuk me-remove make up dan menggantinya dengan konsep no make up look yang begitu diidam-idamkan.
Lantas, suara musik yang sangat Najmi hapal dentumannya, melodi dan intro lagunya, sang gadis mengembangkan senyum. Namun raut wajah penuh senyuman tersebut berubah menjadi raut terkejut bukan main. Sebab, musisi yang selama ini ia kagumi dan idolakan tersebut mulai bernyanyi sembari berjalan pada bentangan karpet merah.
Lekaki itu, berjalan ke arah mereka. Najmi yang duduk tenang di bangku pelaminan pun reflek berdiri dengan tangan yang menutup mulut karena saking terkejutnya ia. Pun, para tamu undangan sore ini yang tak pernah menaruh ekspektasi apapun mendadak mengangkat ponsel demi mengabadikan momen langka di tengah resepsi pernikahan yang akan segera berakhir.
Tulus. Musisi paling banyak diminati dengan warna musik khasnya itu, bernyanyi di hari pernikahan Najmi dan Adibya.
“Mas…,” panggil Najmi sembari menoleh ke arah Adibya yang sudah ikut beridiri tegak di sampingnya. “Ini kerjaan kamu, kan?!” lanjut sang gadis menebak. Ia riang dan girang bukan main.
Adibya pun hanya tersenyum dan mengangguk kecil. “Iya. Anggap aja sebagai ganti konser tulus yang waktu itu kita batal dateng.”
Lantas, tanpa peduli akan disaksikan oleh orang banyak, Najmi memeluk erat sang suami dengan air matanya yang berderai detik itu juga. Sebab ternyata, Adibya masih begitu ingat betapa kecewanya dia yang waktu itu tak jadi melakukan double concert date dikarenakan masalah kebakaran konveksi. Maka kini, sang pemuda telah menggantinya dengan yang lebih besar dan bersifat privasi. Nyanyian Tulus hari ini, dipersembahkan khusus untuk Najmi.
Tak jauh dari pelaminan, Nabila memasang wajah terpukau. Karena dia juga penggemar berat dari musisi tersebut. Dan menurutnya, Najmi benar-benar beruntung telah mendapatkan Adibya. Kalau diibaratkan, hoki seumur hidup Najmi telah terpakai semua karena dipertemukan dengan sang pemuda yang bernama Adibya Lofarsa dari hasil percomblangan.
Ciki berhadiah berlian, kasarnya begitu.
Namun jauh dari pengetahuan orang lain, Adibya lah yang sangat beruntung telah dipertemukan dengan Najmi. Gadis itu benar-benar sosok yang sangat berharga dalam hidupnya. Kehadiran gadis itu adalah sesuatu yang sangat ia syukuri esksistensinya. Sebab, pria yang selalu dianggap brengsek oleh masa lalunya itu telah berhasil mematahkan dan mengobati trust issue yang ia punya.
Bahwa, Najmi berbeda. Najmi melakukannya dengan cara yang istimewa. Maka Adibya akan membahagiakan gadisnya segenap jiwa raga.
Meski dulu selalu menaruh curiga, tak apa. Sebab nyatanya, Tuhan menyelamatkan hidupnya melalui gadis itu. Maka, Adibya makin tergila-gila dibuatnya.
“Najmi, terima kasih sudah mau mencintai saya dengan sepenuh hati. Terima kasih sudah menjadi pribadi yang mau menyempurnakan akhlak demi kebaikan diri sendiri. Maka hari ini, kita juga telah berjanji untuk selalu sejalan dalam satu tujuan. Jadilah ‘pakaian’ yang akan selalu melindungi saya. Pun, saya tentu pula akan selalu melindungi dan menghidupi kamu dengan penuh kasih sayang. Cinta yang saya punya bahkan terlalu besar sampai rasanya tak bisa untuk dijabarkan hanya dengan rangkaian kata. Mari kita ukir kisah kita hingga seribu tahun lamanya, ya?”
“Mas Adib, kata Tulus, jangan cintai aku apadanya. Jangan. Sebab kamu akan selalu aku perbolehkan untuk menuntut sesuatu. Itu demi kebaikan dalam suatu langkah yang akan kita tempuh di masa depan. Maka, sekali-kali tak apa kalau kamu mengeluh tentang aku. Kamu boleh marah. Kamu boleh merajuk. Tapi dengan satu alasan kita harus baikan lagi setelahnya. Secepat mungkin, kalau bisa. Karena aku tidak akan pernah mau dan rela kala duniaku terasa sepi meski sejenak. Adibya Lofarsa, aku harap cinta kita akan abadi untuk selamanya. Mari hidup berdampingan sampai nanti kita menua, menyaksikan memutihya rambut kita secara bersama-sama.”
Kira-kira, begitulah bentuk rasa syukur dan harapan keduanya yang belum tersampaikan dalam bentuk lisan. Sebab, itu hanyalah sebuah rangkaian kata yang tersusun dalam hati masing-masing, namun tentu dapat dirasakan bagi keduanya.
“Itu si Ghandi ngeliatin kamu mulu perasaan.” Ini Septian, yang sedari kemarin-kemarin sudah risih terhadap esksistensi Ghandi. Lelaki itu begitu terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada sang kekasih.
“Demen kali,” celetuk Nabila yang matanya masih asyik mengekori setiap gerak gerik Tulus yang bernyanyi di atas pelaminan bersama Najmi dan Adibya.
Oh, pasti sulit dan mahal sekali mendatangkan musisi tersebut pada acara pernikahan seperti ini.
“Yang, aku serius ih!” Septian tak pernah secemburu ini. Selama enam tahun pacaran, ia tak pernah merasa resah pada lelaki yang ada di sekitar Nabila. Termasuk tentang eksistensi Shiddiq sekalipun. Namun kali ini, rasanya berbeda. Ia takut gadisnya itu direbut oleh orang lain.
Apalagi, Ghandi adalah sosok yang tampaknya sudah mulai berhasil bangkit dan move on dari cinta pertamanya yang ditinggal mati. Maka, Septian semakin resah hati.
“Tuh, kan, liat. Dia jalan ke sini, Nabila…, ” keluhnya lagi. Namun Nabila masih belum mau menaruh perhatian penuh pada pacarnya.
“Nab — ” “Sssstt!!!” Nabila langsung membungkam bibir Septian dengan dekapan satu telapak tangannya. Sementara telapak tangan lainnya sibuk merekam Tulus, Najmi, dan Adibya dengan ponselnya.
“Jangan sampai kamu aku cium di depan banyak orang,” sambungnya. Lantas, Septian pun bungkam. Nabila tak pernah main-main dengan perkataannya.
Jangan tanya lagi mengapa perilakunya sangat mirip dengan Najmi. Karena memang Nabila Putri adalah guru dari gadis itu sendiri. Sayangnya, Najmi si murid malah lebih berani. Karena pada nyatanya, Nabila dan Septian yang sudah berpacaran lama, paling jauh hanya pernah cium pipi. Itu pun Nabila yang menyosor duluan. Bukan Septian. Karena prinsip lelaki itu, prinsip dari hampir seluruh garis besar keluarga dan sanak saudara Lofarsa, memanglah menjaga wanitanya.
“Kalau dia suka beneran sama kamu, gimana?” Septian bertanya setelah gadis itu membuka bekapannya.
“Ye bodo amat. Orang kalau aku cintanya ama kamu, ntu orang kaga bisa ngapa-ngapain.” Nabila memang jarang sekali berujar romantis. Sudah dicoba, tapi logat Betawinya sangat tidak bisa dihilangkan meski sebentar. Sulit. Maka dari itu, setiap ingin romantis-romantisan atau merayu Septian malah berakhir mengundang semburan tawa.
“Gue boleh gabung di sini?” Yang diwanti-wanti nyatanya sungguhan sampai di tempat mereka.
Septian pun hanya bisa diam dan mengangguk kecil meski dalam hatinya sangat tidak rela satu meja dengan Ghandi Desra.
“Duduk mah duduk bae, Bang. Orang acara adek lo juga.” Nabila menjawab seadanya sembari menyomot potongan kue bolu yang tersedia di atas meja mereka.
Lantas, sorot yang sulit untuk dijabarkan pun terpancar dari dua lelaki tersebut. Mereka yang duduk bersebrangan pada meja bundar ini hanya memasang wajah datar dan mata menajam. Sementara Nabila sudah sibuk memilih rekaman video mana yang akan ia jadikan untuk Instastory selanjutnya.
Narasi 41 ; Lofarsa
Karya Rofenaa
By ebbyyliebe